Mbinews.id, Cimahi– Terkait kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembuatan Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL). Belum lama ini Kejaksaan Negeri (Kejari) Cimahi menerima pelimpahan tahap kedua berupa barang bukti dan berkas tujuh tersangka perkara Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang merugikan negara senilai Rp 2,3 miliar dari penyidik Polres Cimahi.
Pelimpahan tahap kedua berlangsung di Kantor Kejari Cimahi, Jalan Sangkuriang Kota Cimahi, Kamis (8/8). Barang bukti yang baru diserahkan ialah uang senilai Rp 800 juta dan satu unit mobil Avanza.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Cimahi, Mila Susilowaty didampingi Jaksa Fungsional Fauzi Sanjaya mengungkapkan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembuatan Sistem Pembuangan Air Limbah (SPAL) itu, ada tujuh tersangka yang terlibat. Mereka adalah AA mantan Lurah Leuwigajah, ACA, JR, RDS, RR, K, C.
” Harusnya ada delapan orang (tersangka), tapi satu tersangka sudah meninggal dunia,” kata Mila saat ditemui di Kantor Kejari Cimahi, Jalan Sangkuriang, Kamis (8/8).
Mila menjelaskan, kasus itu bermula tahun 2010 saat Pemerintah Kota (Pemkot) Cimahi bekerjasama dengan Australia untuk program Hibah Sanitasi-Australia Indonesia Infrastructure Grants for Sanitation (SAIIG) melalui Kementerian Pekerjaan Umum.
Agar program tersebut berjalan, Pemkot Cimahi harus menyediakan lahan seluas 10.000 meter persegi. Akhirnya lahan tersebut didapat di RT 08 RW 02 Kampung Saradan, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan.
”Kemudian dibentuk Panitia Pengadaan Tanah yang mengurus proses jual beli lahan sampai siap digunakan,” jelasnya.
Namun saat pelaksanaan, Panitia Pengadaan Tanah justru salah melakukan pembayaran lahan yang akan digunakan untuk pembangunan SPAL. Hal tersebut terjadi karena terdakwa AA dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN), mengukur tanah milik orang lain yang tidak ada kaitannya dengan pemilik tanah tersebut.
”Setelah dibayar, ternyata pemilik tanahnya ini protes dengan bukti sertifikat tanah. Sedangkan si lurah hanya punya warkah tanah yang dia buat sendiri. Intinya dia menipu pihak terkait, yang penting anggaran pembuatan SPAL itu cair,” bebernya.
Perkara tersebut baru terbongkar dan dilaporkan pada tahun 2014. Lalu pada tahun 2015 baru dilakukan penyidikan.
Dari total Rp 2,3 miliar yang dibayarkan, uang itu dinikmati oleh para tersangka. AA menerima Rp130 juta, tiga tersangka perempuan masing-masing Rp 80 juta, dan tiga tersangka laki-laki masing-masing Rp150 juta.
”Yang paling besar itu dinikmati tersangka yang sudah meninggal, sekitar Rp1,3 miliar. Kecuali lurah yang enam ini merupakan ahli waris dari yang meninggal,” sebutnya.
Dia mengaku, setelah penerimaan pelimpahan, maka pihaknya akan segera mempelajari berkas kasus agar bisa segera dilimpahkan ke pengadilan. ”Targetnya ya secepat mungkin,” pungkasnya