BANDUNG, Mbinews — Anggota Panitia Khusus (Pansus) 4 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Muhammad Reza Panglima Ulung menyampaikan kepada MBInews.id, Pemerintah Kota Bandung belum optimal dalam menjaga mayoritas Bangunan Cagar Budaya, sehingga jadi salah satu alasan DPRD Kota Bandung melalui Pansus 4, membahas Raperda tentang Pengelolaan Cagar Budaya.
Sebenarnya Pemkot Bandung sudah ada perhatian terhadap bangunan cagar budaya, tapi memang belum maksimal.
Lebih jauh, Anggota Pansus 4 ini mengungkapkan, dibahasnya Raperda ini untuk memberikan perlindungan hukum, pelestarian, dan pengelolaan cagar budaya secara lebih efektif di tingkat daerah.
“Cagar budaya rentan terhadap perusakan, alih fungsi, atau pengabaian, dengan adanya Perda memberikan dasar hukum yang lebih spesifik dibandingkan aturan nasional, disesuaikan dengan kondisi daerah,” ungkapnya.
Pelestarian Identitas dan Warisan Budaya Setiap daerah memiliki sejarah, tradisi, dan benda cagar budaya yang unik. Sehingga dengan adanya Perda membantu memastikan bahwa warisan tersebut tetap terjaga untuk generasi mendatang.
“Disamping mendorong pariwisata dan ekonomi lokal, Cagar Budaya yang terawat bisa menjadi daya tarik wisata dan mendukung ekonomi masyarakat sekitar. Dan dengan adanya Perda, pengelolaannya bisa lebih profesional dan terencana,” tegasnya.
Pansua 4 juga menilai secara umum kondisi cagar budaya di Kota Bandung cukup beragam. Saat ini terdapat sekitar 1.770 bangunan cagar budaya, termasuk kategori Cagar Budaya Kelas A yang memiliki nilai sejarah tinggi.
“Beberapa bangunan seperti Aula Barat dan Aula Timur ITB terjaga dengan baik, namun ada juga yang mengalami kerusakan, seperti Gedung Pusat Kebudayaan yang atapnya roboh pada 2024,” jelasnya.
Tantangan utama meliputi kurangnya perawatan, tekanan pembangunan modern, dan alih fungsi bangunan. Banyak cagar budaya terancam tergeser oleh pembangunan baru. Meski sudah ada regulasi daerah dan apresiasi dari Pemerintah, implementasi dan pengawasan masih perlu diperkuat.
“Komunitas seperti Aleut bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk memetakan dan menjaga cagar budaya agar tetap lestari,” kata Reza.
Menurut Reza, masih kurang baik nya kondisi mayoritas bangunan cagar budaya di Kota Bandung, karena kurangnya pengawasan dan perawatan menyebabkan beberapa bangunan rusak, seperti robohnya atap Gedung Pusat Kebudayaan pada 2024.
Selain itu, pesatnya pembangunan modern sering kali mengorbankan cagar budaya, menunjukkan bahwa regulasi belum cukup kuat dalam mencegah alih fungsi atau perusakan bangunan bersejarah.
“Secara keseluruhan, Pemkot Bandung sudah menunjukkan perhatian, tetapi masih perlu pengawasan lebih ketat, penegakan aturan yang tegas, serta keterlibatan aktif masyarakat dalam pelestarian cagar budaya,” ungkap politisi Parlai Golkar ini.
Banyak bangunan cagar budaya di Kota Bandung mengalami alih fungsi dan perubahan struktur, terutama di kawasan Jalan Braga dan Jalan L.L.R.E. Martadinata. Faktor utama perubahan ini adalah pesatnya pembangunan, kebutuhan ekonomi, dan minimnya pengawasan.
Di Jalan Braga, yang dulunya dikenal sebagai pusat perdagangan klasik, kini banyak bangunan bersejarah diubah menjadi pusat bisnis modern, seperti kafe, restoran, dan toko ritel, sering kali dengan modifikasi signifikan pada interior dan eksteriornya.
Sementara itu, di Jalan L.L.R.E. Martadinata, banyak bangunan mengalami perubahan fasad dan elemen arsitektur, menghilangkan nilai otentik cagar budaya.
Meskipun Pemkot Bandung telah mengeluarkan regulasi pelestarian, lemahnya pengawasan menyebabkan banyak bangunan kehilangan keasliannya atau bahkan dihancurkan. Upaya pelestarian perlu diperkuat dengan penegakan aturan yang lebih ketat serta peningkatan kesadaran masyarakat .
Telah melalukan studi banding ke Jakarta dan Bali. Studi banding di Jakarta dilakukan bersama Dinas Kebudayaan yang membahas mengenai Raperda tersebut. ***