Mbinews.id– Situ atau Danau merupakan salah satu infrastruktur dalam mengendalikan air sebagai kebutuhan dasar masyarakat. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri dalam menyelamatkan danau dan situ makanya melibatkan masyarakat.
Awalnya Situ Sipatahunan merupakan area terbuka yang diperuntukan menampung air bagi masyarakat. Selain melindungi situ dan danau di sejumlah DAS di Jawa Barat seperti Citarum, Cisadane dan Ciliwung. Pemerintah juga memberikan pemahaman peraturan zonasi tata ruang danau dan situ di beberapa danau dan situ di Indonesia.
Dalam hal ini pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menggandeng warga lokal untuk mengawasi laju pertumbuhan bangunan di Wilayah Sungai (WS) Citarum serta WS Ciliwung dan Cisadane. Warga yang dilibatkan, diwadahi dalam kelompok khusus bernama Kelompok Masyarakat Pejuang Tata Ruang (Pokmas Petarung).
Sebanyak 99 anggota Kelompok Masyarakat Peduli Tata Ruang (Petarung) di tiga Daerah Aliran Sungai (DAS), Citarum, Cisadane dan Ciliwung. Para petarung ini diantaranya 15 orang dari Situ Citapen Subang, 16 orang dari Situ Cikumpay Purwakarta, 20 orang dari Situ Cirata, 24 dari Situ Sipatahunan dan Cisanti Kabupaten Bandung, dan 10 orang dari Situ Cisela Bogor.
Belum lama ini, Pokmas Petarung dikukuhkan langsung oleh Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang di Situ Sipatahunan, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Minggu 22 September 2019.
Direktur Pengendalian Pemanfaatan Ruang pada Kementerian ATR/BPN Wisnubroto Sarosa mengatakan, pendirian bangunan saat ini semakin marak dan sering tak terkendali. “Sudah saatnya kita mulai tertib meskipun perizinan sudah dipermudah,” ujarnya seusai Pengukuhan dan Pencanangan Kerja Pokmas Petarung di Situ Sipatahunan, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Minggu 22 September 2019.
Wisnu tak menampik jika bangunan yang tidak sesuai dengan aturan tata ruang saat ini masih marak. Tak hanya di wilayang perkotaan, tetapi juga di daerah aliran sungai (DAS) termasuk danau dan situ. Namun ia mengakui jika pemerintah tak bisa bergerak sendiri menyelamatkan DAS dari serangan bangunan-bangunan liar atau yang menyalahi kaidah tata ruang.
“Oleh karena itu perlu ada partisipasi dari masyarakat karena mereka lah yang lebih tahu wilayahnya sendiri. Soalnya selain masalah tata ruang, ada masalah lain yang harus diawasi seperti limbah dan sampah,” kata Wisnu.
Sebagai percontohan awal, kata Wisnu, puluhan warga kini sudah bergabung dalam Pokmas Petarung di beberapa titik DAS Citarum serta DAS Ciliwung dan Cisadane. Mereka akan bertugas mamantau dan melaporkan setiap pendirian bangunan di wilayah masing-masing.
Menurut Wisnu, anggota Pokmas Petarung sudah dibekali dengan pengetahuan tentang peraturan zonasi. Dengan begitu mereka tahu titik mana saja yang boleh digunakan untuk bangunan dan mana yang tidak boleh.
Meskipun demikian, Wisnu menegaskan bahwa Pokmas Petarung tidak boleh melakukan tindakan sendiri jika ada pelanggaran aturan zonasi dan tata ruang. “Fungsi mereka hanya memantau dan melaporkan kalau ada bangunan yang melanggar,” ujarnya.
Sementara itu Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Kabupaten Bandung Agus Nuria mengatakan, pihaknya saat ini belum memiliki Rencana Desain Tata Ruang (RDTR) untuk penataan kawasan Situ Sipatahunan. “Untuk RDTR kami tengah fokus menyusun untuk wilayah perkotaan dulu seperti Soreang, Kutawaringin, Katapang dan beberapa wilayah lain,” ucapnya.
Meskipun demikian, Agus menegaskan bahwa penataan tata ruang di Kabupaten Bandung tetap sudah diatur secara umum dalam peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Perda RTRW). Berdasarkan aturan tersebut, ia melansir bahwa pihaknya pun kini sudah mulai melakukan penertiban terhadap bangunan-bangunan yang melanggar aturan tata ruang. koes