BOGOR, MBInews.id — Rabu malam (04/09/2019) Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Dewan Pimpinan Cabang Bogor melakukan kajian serius terkait RUU Pertanahan bersama koalisi Mahasiswa Bogor.
Sebagaimana diketahui bahwa RUUP direncanakan akan disahkan pada tanggal 24 September 2019 yang bertepatan dengan hari tani. 24 September dipilih menjadi hari tani karena bertepatan dengan lahirnya UUPA 1960.
“Hari tani nanti akan disambut dengan musibah yang amat luar biasa yaitu pengesahan RUUP yang akan jauh dari kepentingan rakyat,” kata Eko Cahyono selaku pemantik Diskusi.
Hari tani tahun ini di anggap akan menjauhkan masyarakat dan negara dari para petani dan pertanian Indonesia. Dan berupaya mengabaikan falsafah pertanian.
“Hari tani seharusnya diperingati untuk bagaimana negara dan masyarakat kembali kepada falsafah hidup petani dan pertaniannya. Namun untuk tahun ini kita harus waspada karena hari tani akan disambut oleh pengesahan RUUP yang menjauhkan petani dan pertanian dari masyarakat dan Negara,” ujar Syamsudin dari KPA.
GMNI Bogor menilai bahwa RUUP sebenarnya telah melanggengkan sistem kekuasaan kolonial dan pemodal besar. Hal itu terlihat dari pasal per pasalnya yang tidak ada batasan maksimum penguasaan lahan dan menguatkan kekuasaan para pemodal untuk mengakumulasi lahan di Indonesia.
“RUUP sebenarnya memuat kepentingan para pemodal besar agar dan menggelar karpet merah kepada investor dengan menjadi legitimator proyek-proyek besar,” ujar Fera sebagai Ketua Cabang GMNI Bogor.
GMNI Cabang Bogor menganggap RUUP berusaha menjauhi UUPA. Karena pasal per pasalnya dirasa tidak menjawab persoalan agraria di Indonesia.
“RUU Pertanahan seharusnya menjawab 5 pokok krisis agraria, yakni: (1) Ketimpangan struktur agraria yang tajam; (2) Maraknya konflik agraria struktural; (3) Kerusakan ekologis yang meluas; (4) Laju cepat alih fungsi tanah pertanian ke non-pertanian; dan (5) Kemiskinan akibat struktur agraria yang menindas. Namun nyatanya tidak sama sekali menjawab itu, bahkan melanggengkan masalah itu,” ujar Ramdani Sekretaris GMNI Bogor.
Diskusi pembahasan RUUP yang diselenggarakan GMNI Bogor ini memunculkan sebuah thesis bahwa RUUP sama sekali tidak mengatur keadilan agraria.
“RUUP tidak membahas batas maksimum penguasaan lahan, hal ini tentu akan menjadi angin segar untuk para pemodal menguasai lahan Indonesia dan akan berakibat ketimpangan Penguasaan lahan di Indonesia semakin tajam,” ujar Fiki Aktivis Kampus IPB University.
Dengan demikian, hasil dari pembedahan RUUP ini memunculkan sebuah sikap GMNI Cabang Bogor bersama Koalisi Mahasiswa Bogor untuk menolak RUUP. Berikut wujud sikap Penolakan GMNI Bogor terhadap RUU Pertanahan:
- Mendesak DPR RI untuk tidak mengesahkan RUUP
- Mendesak Pemerintah untuk melaksanakan mandat UUPA 1960, khususnya batas minimum dan maksimum penguasaan tanah.
- Mendesak Pemerintah untuk menyelesaikan konflik agraria struktural secara serius dengan mengoreksi proyek-priloyek pembangunan penyebab konflik.
- Mendesak DPR untuk serius melayani kepentingan rakyat sebagai basis konstituennya di atas kepentingan partai, pengusaha dan pemodal besar.
- Mendesak Pemerintah mengevaluasi kebijakan RA sekarang yg menjauh dari mandat UUPA 1960 utk RA Sejati
- Mengajak para akademisi, Organisasi Mahasiswa, Kepemudaan, NGO untuk terlibat aktif dalam kampanye penolakan RUUP.