BANDUNG, Mengejutkan, di tengah hiruk pikuk global mempersiapkan antisipasi dan transformasi Revolusi Industri 4.0, Kehadiran Industry 5.0 yang semula diprediksi melalui transisi sekitar 20 tahun dari Industry 4.0 ternyata berlangsung dengan rentang waktu yang lebih pendek yaitu hanya sekitar 10 tahun saja.
Kehadiran teknologi telekomunikasi 5G dan masifnya platform digital Over TheTop menjadi pemacu dan pemicu kehadiran Industry 5.0 lebih cepat. Profesi hukum seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, akan kalah bersaing jika tidak merespon transformasi digital.
Demikian juga profesi penegak hukum, hakim dan Arbiter dan akan mengalami persoalandalam melaksanakan tugasnya jika tidak mampu menyesuaikan diri dan memiliki ketrampilan minimal kemampuan menggunakan teknologi digital.
Pakar Transformasi Digital Prof. Dr. Ahmad M Ramli, SH, MH, FCBArb dalam penyampaiannya di Studium Generale dan Webinar Cerdas bertelekomunikasi Kerjasama Kementerian Kominfo RIdengan Pusat Studi Cyber Law dan Transformasi Digital Universitas Padjadjaran di Kampus UNPAD Senin, (30/6/2021)yang dilive streamingkan melalui kanal Youtube dan platform Zoom.
Prof. Ahmad M Ramli lebih lanjut mengatakan, bahwa saat ini kita sudah pada saat transisi meninggalkan Revolusi Industri ke 4, karena secara riil Revolusi Industri ke 5 atau Industry 5.0 sudah kita masuki. Saat Industry 4.0 semua menekankan pada revolusi digital berupa Cyber Physical, maka pada Revolusi Industri ke 5 karakter penekanan lebih tertuju pada peran manusia sebagai pusat peradaban yangmenafaatkan teknologi digital sebagai alat pranata kehidupan dalam berbagai bidang.
“Industry 5.0 lebih menekankan tidak hanya relasi machine to machinedan efektivitas robotic tetapi juga human to machine dan sebaliknya. Sebagai contoh di Jepang yang penduduknya akan didominasi usia lanjut mazhab Society 5.0 ini menjadisangat penting, karena layanan teknologin digital untuk layanan Kesehatan para usia lanjut,juga peran machine dalam menggerakan infrastruktur public, monitoring fasilitas kanal jalanraya dan kereta api, terowongan bawah laut dll akan sangat menghemat biaya,”tandasnya
Indonesia tidak memiliki pilihan lain kecuali terus melanjutkan pembangunan infrastruktur digital, membuat kebijakan dan regulasi yang mendorong pertumbuhan industri telekomunikasi yang efisien dan progresif dan mendorong mereka berkolaborasi salingmenguntungkan dengan berbagai platform digital. Di samping itu Pemerintah juga perlu terus melanjutkan secara sistemik untuk melahirkan SDM digital, menciptakan ekosistem digital.
“industri telekomunikasi dan digital relatif tidak mungkin berlangsung optimal tanpakolaborasi dan digital sharing. Sebagai contoh industry telekomunikasi sebagaib penyediajaringan dan akses internet harus symbiosis mutualistic dengan platform over the top baik,”kata nya
Covid 19 yang telah menyebabkan semua orang berpaling ke digital device juga memberipesan khusus pentingnya penyelenggara telekomunikasi dan platform menjaga Quality ofservice (QoS). Perang tarif untuk menjangkau sebanyak mmungkin pelanggan denganmengabaikan QoS harus ditinggalkan. Industri harus lebih realistic.
Industri 4.0 berbasis cyber-fisik, internet of things (IoT), komputasi awan, dan komputasikognitif telah berdampak pada kehidupan manusia di seluruh dunia menjadi sangat dinamis tetapi penuh gejolak, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas.
Revolusi digital ini seharusnya diberdayakan untuk kemaslahatan umat manusia dalam bentuk mendukungperan optimal manusia sebagai pengguna teknologi, dan bukan sebaliknya.
Kehadiran Industry 5.0 adalah untuk menciptakan keseimbangan antara kemajuan teknolo gidigital, kemajuan ekonomi paralel dengan penyelesaian masalah sosial. Industry 5.0 identik dengan sinergi peradaban manusia dan teknologi digital tanpa menghilangkan jati diri manusia yang sesungguhnya.
Industry 4.0 yang berbasis pada Physical Cyber telah membuat perubahan drastis baik dari sisi Ekonomi, sosial, politik bahkan prilaku individual. Pandemi Covid 19 yang menerpasecara global membuat semua penduduk dunia berpaling pada teknologi telekomunikasidan digital. Keharusan Social distancing dan transaksi tanpa bertemu fisik menyebabkan penggunaan dan belanja kuota telekomonunikasi naik hampir 2 kali lipat.
Bisa dihitungsendiri kenaikan 2 kali lipat ini dampak multyplier efeknya terhadap ekonomi digital. Peningkatkan digital broadband akan memiliki dampak berkali lipat sektor lainnya seperti E- commerce, E Health , e education dll. Human centered sebagai ciri Industry 5.0 seolah mengoreksi Industry 4.0 yang ekspektasinya semua serba robotik.”Saya melihat misalnya teknologi 5G pada saatnya justru tidak hanya bermanfaat untukinteraksi machine to machine tapi juga machine to human dan sebaliknya,”ucapnya
Memasuki Industry 5.0 dengan ciri super speed telecomunication dan transformasi digitalmasif, SDM Hukum tidak akan lepas dari dampaknya. Berbagai pekerjaan profesi hukum di Pemerintahan seperti pembuatan regulasi dan proses legislasi tidak mungkin bekerja secara konservatif tanpa pendekatan digital. Demikian juga proses penyusunan regulasi yang selama ini seringkali memerlukan proses legal, politik, dan birokrasi yang lama dancenderung mengutamakan prosedur dan ego sektoral daripada substansi harus ditata ulang. Hal ini perlu dilakukan mengingat transformasi digital perlu direspon cepat berupa lahirnyaregulasi progresif dan pragmatis jika kita tidak ingin terdisrupsi dan bukannya bertransformasi.
Langkah progresif Pemerintah dan Parlemen seperti Model legislasi Omnibus Law, di bidang transformasi digital khususnya untuk bidang Pos Telekomunikasi dan Penyiaran adalahcontoh nyata. Banyak hal yang tertunda belasan tahun terhambat karena regulasi sehingga terhambatnya transformasi digital seperti pemanfaatan infrastruktur sharing, digital dividend spektrum frekuensi, membuat industri tekekomunikasi sanggup bersaing dengan Over the top sebagai pembawa teknologi baru dll.
Di samping itu saat ini diperlukan SDM hukum yang paham teknologi digital, memgingat dalam hitungan tahun kita semua akan berada pada era di mana dunia berada pada system Cyber physicaldan human centered.
Dari sisi praktek hukum, saat ini juga sudah tampak berubah di mana E-court, E Arbitration dan online Dispute settlement telah mulai marak digunakan. Firma hukum yang ingin meraih sukses maka harus bertransformasi. Data hasil kajian Mc Kinsey menunjukan bahwa organisasi berbasis data 23 kali lebih mungkin mendapat pelanggan, 6 kali lwbih mungkin mempertahankan pelanggan, 19 kali lebih mungkib mendapat keuntungan.
Sedangkan menurut Gartner saat ini lebih dari 50% departemen hukum telah mengadopsi new legal technology. Saya memganjurkan agar bukan sekadar new technology tapi harus sudah berupa new disruptive technology disertai SDM digital yang memadai.
Beberapa hal yang harus dilakukan oleh firma hukum adalah menggunakan teknologi digital untuk tata Kelola hubungan dengan klien, virtual legal asiistant, E hearing, remote working, legal case management system, document automation, e filling, E court, E- Arbitration dll. Profesi hukum lainnya seperti Notaris juga perlu bertransformasi, regulasi yang menghambat perlu segera direvisi.
Pendidikan tinggi Hukum harus beradaptasi dan masuk ke pendekatan digital. Mahasiswa yang memiliki masa waktu studi 8 semester harus diberi kesempatan 3 semester belajar diluar kampus sesuai prinsip kampus merdeka. Di antara 3 semester itu harus ada bagian terkait pengkayaan, kemampuan dan ketrampilan digital agar setelah lulus mereka tidak kalah bersaing.
Demikian juga kampus perlu mendatangkan sebanyak mungkin profesional dan pelaku industry ke kampus. Masa studi juga tidak boleh terlalu panjang. Oleh karena itu program fast track pendidikan tinggi hukum penting untuk direalisasikan. Pengalaman menunjukan kuliah yang terlalu lama justru akan berdampak pada daya saing dan percepatan pembangunan. Kita harus menunggu cukup lama lahirnya SDM potensial yang tertahan di kampus karena kurikulumyang padat, sehingga bisa tersalip negara lain yang pendidikan tingginya lebih pragmatisdari sisi waktu dan metoda.
Dengan berkaca pada kenyataan saat ini, mahasiswa juga harus dibekali subyek materietika profesi dan kemampuan negosiasi. Salah satu yang mengantarkan kunci sukses adalah sikap integritas dan konsisten. 3 hal yang diajarkan Warrent Buffet jika akan mencariorang kepercayaan adalah Integrity, intelligent dan energy. Jika hal pertama tidak kita peroleh maka 2 hal yang terakhir justru akan membinasakan kita.
Menurut Ketua MPR RI Bambang SoesatyoStudium, Bambang Soesatyo Generale yang mengambil tema Dampak Transformasi Digital terhadap Pendidikan Tinggi dan Profesi Hukum adalah hal penting untuk dijadikan referensi terkait kebijakan dan regulasi digital nasional dan perkembangan Pendidikan hukum di tanah air.
Kehadiran Industry 5.0 yang semula diprediksi melalui transisi sekitar 20 tahun dari Industry 4.0 ternyata berlangsung dengan rentang waktu yang lebih pendek yaitu hanya sekitar 10tahun saja.
Kehadiran teknologi telekomunikasi 5G dan masifnya platform digital Over TheTop menjadi pemacu dan pemicu kehadiran Industry 5.0 lebih cepat. Profesi hukum seperti advokat, pengacara, konsultan hukum, akan kalah bersaing jika tidak merespon
Studium Generale ini dihadiri oleh Ketua MPR RI Bambang Soesatyo, Rektor Unpad Prof. Rina Indiastuti, Dirjen SDPPI Kominfo Ismail, Dekan Fakultas Hukum Unpad Dr. Idris dan para pembicara lainnya. Ketua MPR RI mengatakan bahwa Transformasi digital merupakan sesuatu yang sudah kita hadapi, tidak ada pilihan kecuali kita mempersiapkan diri untukterus menghadapinya agar tidak terdisrupsi.