BANDUNG, MBInews.id – Webinar Kesiapan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat pada Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pelaksanaan Protokol Pasar Rakyat atas Inisiasi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat dengan Magister Kebijakan Publik UNPAD di jalan
Asia Afrika No.146, Paledang, Kecamatan Lengkong, Kota Bandung, Rabu, (8/7/2020)
Untuk semakin maksimal dalam penetapan protokol pasar rakyat mengenai Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB), Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Barat (Indag Jabar) yang bekerja sama dengan Magister Kebijakan Publik Universitas Padjadjaran (MKP UNPAD), menggelar webinar dengan tema ‘Kesiapan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat pada Adaptasi Kebiasaan Baru dalam Pelaksanaan Protokol Pasar Rakyat’.
Hadir di acara ini sebagai keynote speaker adalah istri Gubernur Jawa Barat, Atalia Praratya, S.IP., M.Ilkom. Sementara pembicara lainnya adalah Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat, Drs. H.M. Arifin Soedjayana, M.M. dan Guru Besar Kebijakan Publik UNPAD, Prof. DR. Drs. H. Budiman Rusli, M.S. Juga bertindak sebagai moderator adalah DR. Moh. Benny Alexandri, S.E., M.M., yang menjabat sebagai Ketua Program Study Magister Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran Bandung.
Dalam kesempatan tersebut, Ibu Atalia yang juga menjadi Duta Pasar Rakyat Jawa Barat, mengatakan kalau saat ini PSBB Proposional sedang dilakukan dan ini disesuaikan dengan wilayah masing-masing se-Jawa Barat. Ada yang zona hijau, zona biru, zona kuning, dan zona merah. Sementara di Jawa Barat sendiri ada satu yang zona hijau, yaitu Kota Sukabumi.
Dari semenjak masa PSBB ketat pun, Pemerintah masih membuka pasar, yang menjadi satu-satunya fasilitas umum yang dibuka. Ini agar masyarakat tidak mengalami krisis pangan. Dari data yang disampaikan, di Jawa Barat yang terdiri dari 27 Kota dan Kabupaten, tercatat ada 409 pasar Pemda dan 906 pasar desa. Namun kekhawatiran masih terus terjadi, karena masyarakat tampak tumplek di pasar sehingga ini menjadi “peer” bersama.
Dari hasil kunjungan ke pasar yang dilakukan Ibu Atalia, memang terlihat ada perubahan perilaku hidup sehat dan bersih di pasar. Pedagang ada yang memakai face shield dan masker. Dan hampir semua pasar telah memiliki tempat cuci tangan. Namun Ibu Atalia menyayangkan, masih banyak anak-anak yang dibawa ke pasar.
“Sepertinya masih terkait dengan isu hoax yang mengatakan kalau Covid-19 harus diwaspadai oleh lansia. Padahal di Jawa Barat ada 166 kasus balita terdampak positif Covid. Jadi semua bisa terkena penyakit ini,” ujar Ibu Atalia dengan prihatin.
Hal ini diperkuat dengan penjabaran dari Prof. DR. Drs. H. Budiman Rusli, M.S yang mengatakan kalau di pasar orang suka lupa diri karena terlalu asyik bertransaksi dan merasa dirinya sehat, sehingga mengabaikan protokol termasuk berdesak-desakan. Padahal penerapan adaptasi kebiasaan baru di pasar tradisional butuh kolaborasi bersama.
“Sangat penting dan perlu komitmen semua untuk menerapkan protokol kesehatan di pasar. Kalau tidak, ini akan menimbulkan kegagalan upaya-upaya untuk bisa menghalau virus ini,” ujar Budiman.
“Jangan sampai kejadian seperti di Jawa Timur yang masing-masing jalan sendiri baik antara pemprov dengan pemkot atau pemkab. Semua harus ada sinergitas dalam pelaksanaan program agar tidak timbul overlap.” tambahnya.
Budiman juga menjelaskan, masalah publik bukan hanya masalah pemerintah, tapi juga masalah semua termasuk stake holder pentahelix. Kebijakan juga bukan hanya dari pemerintah tapi juga harus didengar dari partner-partner pemerintah seperti para akademisi, pebisnis, masyarakat sipil, dan pemerintah.
“Juga jangan melupakan media. Jadi ABCGM, akademisi, pebisnis, masyarakat sipil, pemerintah dan media,” sambung Budiman guru besar UNPAD ini.
“Ini seperti pesan Pak Jokowi yang mengatakan gunakan informasi dari berbagai kalangan sehingga kebijakan akan mewakili semua kepentingan.” tutur Budiman.
Sementara itu, Kadis Indag Jabar, Drs. H.M. Arifin Soedjayana, M.M., mengatakan, saat ini ada tujuh pasar yang sudah direvitalisasi dan dinikmati oleh masyarakat melalui mekanisme bantuan keuangan. Sudah dianggarkan hampir 16 pasar dengan anggaran antara 10-25 milyar per pasar. Diharapkan revitalisasi pasar dalam bentuk fisik agar bisa mengejar pasar-pasar tersebut bisa berstandar nasional Indonesia.
Arifin menggambarkan kunjungannya ke pasar-pasar bersama dengan Gubernur Jawa Barat, Ridwal Kamil.
“Saya berjalan di pasar dari satu sisi sampai ke ujung jalan raya antara Cianjur Bogor. Sambil membagikan masker. Karena kami banyak menemukan, ibu bapaknya datang ke pasar memakai masker tapi anaknya dibawa dan tidak pakai masker. Juga banyak pedagang yang pemiliknya memakai masker, tapi pelayannya tidak pakai masker,” cerita Arifin.
Hal ini juga memicu pemprov akan menambahkan lima masker dalam bantuan sosial ke masyarakat terdampak.
“Sehingga nantinya ada enam juta orang yang mendapatkan masker dari Pemprov Jabar.” tambah Arifin.
Mengenai hal ini, Ibu Lina, salah seorang peserta webinar menanyakan apakah ada sanksi jika ditemukannya pelanggaran di pasar.
Kepala Disperindag ini mengatakan, sanksi sosial tampaknya lebih manjur. Sanksi yang dilakukan lebih ke sosialisasi dan edukasi.
“Sehingga sanksi yang diterapkan misalnya disuruh push up atau sasapu. Jadi sanksi bukan ke arah pidana. Kita juga berharap, pengelola pasar juga membuat gugus tugas Covid 19,” jawab Arifin.
Sementara jawaban tambahan Budiman menyatakan sebaiknya ditegaskan kalau yang tidak pakai masker tidak boleh masuk pasar. Teguran halus dan edukasi kepada masyarakat tetap harus diberikan.
“Sekarang itu banyak yang nakal-nakal dan sudah tidak ada lagi rasa takutnya. Di pasar-pasar yang tidak didatangi pejabat, mereka berlaku biasa-biasa saja, Seperti kejadian di Sadang Serang. Ada yang terkena Covid dan pasar ditutup tiga hari. Ini sanksi sehingga penduduk tidak bisa berbelanja, pedagang tidak bisa menjual. Ini sanksi karena tidak mematuhi protokol,” penjelasan Budiman.
Dengan begitu, diharapkan masyarakat akan lebih waspada dan mematuhi protokol ke pasar agar semua bisa sehat.
“Media massa pun melakukan perannya untuk mem-blow up kasus ini. Semua dengan tujuan agar tidak ada kluster-kluster baru dari penularan Covid-19, ” tandas himbauan Budiman.
Editor ; F.k