BANDUNG, Mbinews — Dalam lingkup dunia bisnis, kegiatan publikasi (iklan) sebuah produk merupakan bagian yang tidak dapat dikesampingkan. Publikasi tersebut dapat dikatakan sebagai bentuk penyebarluasan informasi, yang diharapkan dapat memberikan dampak ketertarikan masyarakat terhadap sebuah produk. Salah satu wujud publikasi produk yang lazim dilakukan dewasa ini dikenal sebagai media reklame.
Demikian dikatakan Ketua Panitia Khusus (Pansus) 3 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Dr. Ir. H. Juniarso Ridwan, SH., MH., MS.i yang mengatakan juga, ada dua macam media reklame yang didasarkan pada penempatannya, yaitu luar ruang (outdoor) dan dalam ruang (indoor).
Menurut Juniarso Ridwan yang merupakan Politisi Partai Golkar ini, pada umumnya yang sering memperoleh sorotan masyarakat, adalah mengenai media reklame luar ruang. Mengapa demikian? Karena dominan tersebar di berbagai pelosok kota.
“Mulai dari bentuk spanduk, baliho, umbul-umbul, poster, selebaran, billboard ataupun videotron. Ukurannya pun sangat beragam, tergantung dari kebutuhan untuk menampilkan pesan, baik berupa gambar atau teks, yang ingin disampaikan,” jelasnya.
Ketua Pansus 3 yang juga Ketua Fraksi Golkar DPRD Kota Bandung mengungkapkan, hutan Reklame, Pengaturan tentang penyebaran media reklame, kendati sudah tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 17 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Reklame, namun dalam tataran pelaksanaannya terkesan semrawut. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
- Penentuan titik berdirinya tiang reklame yang tidak mengindahkan kondisi lingkungan sekitarnya;
- Penyebaran yang sembarangan, terjadinya penumpukan di suatu kawasan;
- Ukuran bidang reklame yang tidak seragam;
- Konstruksi tiang yang tidak memperhitungkan keamanan dan ketahanan;
- Konten yang beragam, acapkali tidak sesuai dari sisi kepantasan, baik dari aspek sosial maupun kesehatan.
Akibat dari itu semua, keberadaannya menjadi tidak terkendali, terlebih-lebih tidak sedikit berdirinya tiang media reklame yang tidak dilengkapi perijinan yang memadai, sehingga kondisinya terkesan sebagai hutan reklame.
Lebih jauh dikatakan, perlu pembenahan dengan mempertimbangkan keadaan itu, sudah saatnya dibuat Perda baru tentang penyelenggaraan reklame tersebut. Apalagi, mengenai hal itu sudah pula diatur lewat Peraturan Walikota Nomor 25 Tahun 2023.
Terdapat beberapa hal yang barangkali baru dalam pengaturan penyelenggaraan reklame itu, di antaranya:
- Daerah Rumija (ruang milik jalan) diarahkan untuk bebas dari tiang reklame;
- Keberadaan bando jalan (yang melintang badan jalan), mutlak harus ditertibkan, karena disamping kurang tepat secara fungsional, dikhawatirkan dapat menimbulkan bahaya bapi pengguna jalan;
- Bangun-bangunan jembatan yang melintang jalan, semata-mata diperuntukan bagi pejalan kaki, dan bukan untuk penempatan bidang reklame;
- Keberadaan bidang reklame, diarahkan untuk masuk persil atau untuk kondisi tertentu menempel pada dinding gedung;
- Bagi ruas jalan, dilihat dari hierarki dan aspek teknis, dibagi dalam beberapa kategori, yaitu kawasan steril, selektif ketat dan khusus;
- Jarak berdirinya tiang reklame ditentukan atas dasar pertimbangan teknis, keindahan kota dan kandungan konten penertiban.
Juniarso Ridwan juga mengungkapkan, mengingat banyak tiang reklame yang tidak berijin, di samping tidak memenuhi persyaratan baik teknis maupun kandungan konten, kiranya sangat diperlukan langkah-langkah penertiban menyeluruh. Sudah barang tentu, untuk kegiatan itu dibutuhkan persiapan yang matang yang ditunjang oleh ketersediaan data akurat dan kesiapan personil. Sudah pasti dukungan anggaran yang memadai sangat diperlukan.
“Agar kegiatan penertiban berjalan lancar dan terkendali, perlu ditunjuk koordinator yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kedinasannya. Dalam hal ini keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja, dapat dipertimbangkan,” tegasnya.
Diharapkan ke depannya, keberadaan reklame ini bagi kota Bandung, disamping menjadi penentu sisi keindahan kota, tapi juga sebagai salah satu penopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). ***