Oleh : Prof. Dr. Ir. Agus Purnomo, M.T., CMILT. (Professor of Supply Chain Management – Master of Logistics Management Department – Universitas Logistik Dan Bisnis Intenasional – ULBI)
Indonesia Kehilangan Triliunan dari Inefisiensi
SETIAP tahun Indonesia kehilangan lebih dari Rp 600 triliun karena biaya logistik yang tidak efisien—setara dengan 3,2 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Bappenas (2024) mencatat biaya logistik kita masih di kisaran 14,29 persen dari PDB, jauh di atas Singapura (8 persen) dan Malaysia (13 persen). Angka ini bukan sekadar statistik ekonomi, tetapi alarm keras bahwa sistem logistik nasional sedang berjalan pincang.
Negara kepulauan dengan jalur laut terpanjang di dunia ini ironisnya belum mampu menautkan jaringan logistiknya sendiri. Seperti kata Peter Drucker, “Without integration, logistics is just organized chaos.” Itulah potret kita hari ini—belasan BUMN logistik dengan moda darat, laut, dan udara, tapi bekerja seperti pulau-pulau yang saling diam. Kini muncul ide besar: konsolidasi BUMN logistik di bawah Danantara Asset Management (Persero).
Tapi, sebelum bicara siapa yang akan memimpin holding itu, pertanyaannya jauh lebih penting: apakah fondasi hukum, sistem, dan tata kelola kita sudah siap untuk benar-benar terintegrasi?
Logistik Kita Masih Bergerak Sendiri-sendiri
Ada tujuh pemain besar dalam tubuh negara: Pelindo, PELNI, ASDP, KAI Logistik, DAMRI, Angkasa Pura Logistik, dan Pos Indonesia. Semuanya punya aset besar, SDM banyak, dan visi sendiri-sendiri. Tapi itulah masalahnya: terlalu banyak visi, terlalu sedikit koordinasi.
Rantai pasok nasional masih dikelola dengan sistem dan platform yang tidak saling bicara. Gudang berdiri di atas gudang lain, aplikasi digital dikembangkan tanpa interoperabilitas, dan armada beroperasi tanpa jadwal lintas moda yang sinkron. Akibatnya, menurut World Bank Logistics Performance Index (2024), Indonesia merosot ke peringkat 63 dunia, di bawah Vietnam (43) dan Thailand (34).
Bappenas dan Kemenko Perekonomian (2023) memperkirakan 35 persen biaya logistik dihabiskan hanya untuk transportasi darat. Di sektor Courier–Express–Parcel (CEP), Pos Indonesia, KAI Logistik, dan Pelindo bahkan saling bersaing di pasar yang sama—tanpa integrasi data dan perencanaan armada. Efeknya: duplikasi investasi hingga Rp 7 triliun per tahun.
Selama kita belum punya satu sistem data, satu peta aset, dan satu kebijakan orkestrasi, efisiensi hanya akan menjadi jargon. Danantara datang membawa janji untuk menyatukan semuanya—tapi janji saja tak cukup.
Integrasi Butuh Otak dan Aturan
Konsolidasi bukan soal menumpuk perusahaan di bawah satu bendera, tapi membangun satu otak yang mampu berpikir strategis untuk seluruh sistem. ASEAN Logistics Report (2023) menyebut, integrasi multimoda bisa memangkas biaya logistik hingga 20 persen dalam lima tahun. Tapi selama setiap BUMN tunduk pada regulasi berbeda—UU 19/2003 tentang BUMN, PP 72/2016, dan aturan sektoral transportasi—kita hanya akan membangun tembok hukum baru yang menghambat gerak.
Gap analysis yang disusun Danantara menunjukkan potensi efisiensi hingga Rp 120 triliun per tahun, jika data, aset, dan operasi lintas entitas bisa disatukan. Tapi itu hanya mungkin jika ada regulatory alignment. OECD (2024) menegaskan, negara yang berhasil menurunkan biaya logistik secara sistemik selalu punya satu kunci: keselarasan kelembagaan (institutional coherence).
Artinya jelas: pemerintah perlu menyiapkan Peraturan Presiden tentang Konsolidasi dan Penguatan Ekosistem Logistik Nasional—yang bukan sekadar mengatur struktur holding, tetapi juga menegaskan posisi Danantara sebagai control entity dengan otoritas strategis, bukan administratif. Tanpa itu, konsolidasi hanya akan menjadi merger of confusion—bukan integrasi, melainkan tumpang tindih versi baru.
Saatnya Orkestra, Bukan Solo
Kita tak bisa bicara efisiensi logistik jika masih berpikir dalam silo korporasi. Ini bukan sekadar proyek bisnis; ini adalah reformasi struktural nasional. Tanpa integrasi data dan kebijakan, sinergi antar-BUMN hanyalah slogan efisiensi di atas kertas.
World Economic Forum (2024) mencatat, negara dengan sistem logistik terintegrasi bisa meningkatkan efisiensi ekspor hingga 30 persen dan menarik investasi lintas sektor secara lebih cepat. Itulah yang harus menjadi visi Danantara. Ia tak boleh berhenti sebagai holding administrator, tapi harus naik kelas menjadi “dirigen nasional logistik” yang mengharmonikan kepentingan bisnis dan publik.
Momentum ini adalah kesempatan emas untuk menata ulang sistem logistik kita—berbasis hukum yang jelas, tata kelola yang transparan, dan desain kelembagaan yang terbukti. Bila gagal, kita akan terus kehilangan ratusan triliun rupiah tiap tahun hanya karena negara ini punya terlalu banyak kapal, tapi tak punya pelabuhan yang sama untuk berlabuh.
Penutup: Membangun Otak Logistik Nasional
Kini saatnya berpikir sebagai satu ekosistem. Kita membutuhkan “otak logistik nasional” yang mampu menghubungkan data, aset, dan kebijakan dari Sabang hingga Merauke. Konsolidasi BUMN logistik lewat Danantara Asset Management (Persero) bukan sekadar proyek korporasi, tapi pondasi menuju kedaulatan rantai pasok nasional.
Dunia sedang bergerak ke arah data-driven logistics, di mana keputusan dibuat berdasarkan informasi real time, bukan ego sektoral. Pertanyaannya bukan lagi perlukah kita integrasi, tapi beranikah kita memberi Danantara mandat penuh sebagai tulang punggung logistik nasional? Jika jawaban itu “ya”, maka Indonesia tidak hanya akan menjadi pasar logistik terbesar di Asia Tenggara, tapi juga pengendali arus barang regional—sebuah posisi strategis yang selama ini hanya dimiliki Singapura.
Teaser:
Konsolidasi BUMN logistik adalah pertaruhan besar. Ia bisa menjadi mesin efisiensi nasional—atau sekadar merger administratif yang memboroskan energi.
“LET’S JOIN ULBI”
Magister Manajemen Logistik – “Shaping Future Leaders in Global Logistics”
Learn more by visiting :
#Danantara; #Konsolidasi BUMN Logistik; #Danantara Asset Management; #Efisiensi Rantai Pasok Nasional; #Reformasi Tata Kelola Logistik; #Integrasi Sistem dan Data; #Logistik; #Logistics; #Supply Chain Management; #Supply Chain; #Green Logistics; #AI; #Big Data; #IoT; #Rantai Pasok; #ULBIAcademia; #PenaAkademikULBI; #EdukasiULBI; #OpiniAkademik; #ArtikelAkademik; #SEO; #DigitalMarketing









