BANDUNG, Mbinews.id – Pemerintah Kota (pemkot) Bandung kembali mengingatkan agar para calon pengantin melakukan konseling dan pemeriksaan HIV/AIDS sebelum melaksanakan pernikahan. Hal ini sebagai upaya mencegah terjadinya penularan baru HIV/AIDS.
Hal itu juga telah tercantum dalam Pasal 31 ayat 4 Perda tahun 2015 tentang Napza dan penanggulangan HIV/AIDS.
“Setiap calon pengantin diwajibkan melaksanakan konseling terkait HIV/AIDS,” beber Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana pada kegiatan Program Pencegahan HIV/AIDS pada Calon Pengantin, Kamis 26 Agustus 2021.
Para calon pengantin bisa melakukan konseling di Kantor Urusan Agama (KUA), Puskesmas, dan rumah sakit.
“Kami menyediakan pelayanan kesehatan bagi calon pengantin. Salah satunya pemerikasan darah untuk mendeteksi berbagai penyakit termasuk HIV,” kata Yana melalui zoom meeting.
Menurutnya, deteksi ini sangat penting bagi para calon pengantin untuk mengetahui statusnya.
“Deteksi ini sangat penting, dengan mengetahui staus HIV/AIDS, calon ini dapat memutuskan lebih awal sebelum terlambat,” kata Yana.
Yana menerangkan, selain pelayanan kesehatan, sosisalisasi maupun edukasi juga wajib dijalankan. Bukan hanya di umur remaja saja yang menjadi usur produktif menikah, tetapi orang tua juga yang hendak menikahkan anak-anaknya.
“Sosialisasi dan edukasi perlu terus dijalankan. Tidak saja kepada muda mudi yang menjadi objek kebijakan, tapi juga orang tua yang hendak menikahkan anaknya,” tutur Yana.
Ia mengungkapkan, Dinas Kesehatan mencatat per bulan April 2021 lalu terdapat 5.716 kasus, penambahan 300-400 orang per tahun.
Berdasarkan klasifikasinya, kasus terbanyak pada usia 20-39 tahun atau 80,97 persen dari total kasus.
“Kita tahu usia tersebut merupakan usia produktif dan masuk siklus pada jenjang pernikahan,” ujarnya.
Sementara itu, Sekretaris KPA Kota Bandung, Momon Ahmad Imron menyampaikan, kasus HIV/AIDS hampir merata pada jenis kelamin. Ketika terinfeksi, ada risiko untuk mengintervensi pasangannya yang berpotensi kepada bayi dan anak.
“Startegi pencegahan merupakan kunci dalam menanggulangi HIV tidak masuk ke keluarga. Ini meliputi pencegan dari semua mode penularan HIV ke anak,” beber Momon yang juga Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra).
“Tidak hanya persalinan, sejalan dengan ini akan bersama mencegah dan menanggulangi penyebaran di Kota Bandung,” tambahnya.
Kegiatan pencegahan ini bertujuan mencegah infeksi. Sehingga calon pengantin di Kota Bandung sehat.
“Ini menjadi kunci. Kota Bandung telah menyusun dengan membuat Surat Edaran tentang pelaksaan pelayan kesehatan bagi calon pengantin,” ujarnya.
Sedangkan, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ahyani Raksanagara mengatakan, intervensi berdasarkan siklus hidup, berada pada calon pengantin untuk konseling pranikah, konseling gizi seimbang dan sebagainya.
“Pelayanan kesehatan reproduksi bagi calon pengantin. Kesehatan reproduksi kepada KUA dan lembaga agama serta bimbingan perkawain dan konseling,” jelas Ahyani.
“Tujuannya, masalah yang ditemukan dapat diobati atau dikontrol sebelum calon pengantin menikah. Tak hanya itu, calon pengantin juga punya cukup waktu untuk mempersiapkan fisik dan mental dan menempuh kehidupan rumah tangga,” tuturnya.
Ahyani mengatakan, kasus HIV sampai Juni 2021 sebanyak 5.741 orang. Rata-rata temuan baru pertahun 300-400 kasus.
Terbanyak faktor risiko heteroseksual 39,57 persen, penggunaan napza suntik 31,39 persen homoskeusal 22,47 persen dan perinatal 2,61 persen.
Kelompok risiko dominan menularkan HIV/AIDS di Kota Bandung terdapat pada kelompok faktor risiko Heteroseksual naik 2-3 persen per tahun, IDU (pengguna Napza disuntik) turun 2-3 persen pertahun.
“Hanya dari 2 kelompok resiko penularan HIV berdampak pada 69,94 persen kasusu HIV AIDS di Kota Bandung,” jelas Ahyani.
Ia menambahkan, walaupun heteroseksual dan IDU merupakan 2 kelompok dominan risiko penularan HIV, akan tetapi pada kelompok homoskesual mengalami kenaikan 1-2 persen per tahun.
Penularan HIV pada ibu rumah tangga melalui transmisi seks yang saat ini mencapai 11,11 persen dari kasus HIV total rata-rata 40 orang IRT terinveksi HIV pertahun.
Peningkatan kasus pada IRT dapat berdampak peningkatan status epidemic dari terkonsentrasi menjadi generalized epidemic. Maka dari itu harus skrining HIV bagi calon pengantin.
Terdapat program untuk mengatasi hal tersebut yakni “Eta Si Catin” merupakan singkatan edukasi kesehatan reprosduksi bagi calon pengantin.
“Tagline-nya ‘Tah Eta Deui’ (talasemia, HIV/HepB/Sifilis (triple Eliminasi) enyahkan stunting pada anak dengan edukasi dini). Sebagai salah satu upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi,” jelasnya. (yan-pipi)