BANDUNG, Mbinews.id – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung masih terus mencari teknologi yang efektif dan aman untuk penanganan sampah di Kota Bandung. Oleh karenanya, Pemkot Bandung masih terus mengujicoba sejumlah teknologi termasuk insenerator.
Wakil Wali Kota Bandung, Yana Mulyana menuturkan, sampah masih menjadi permasalahan bagi Kota Bandung. Setiap hari Kota Bandung memproduksi 1.500 ton sampah.
Dari jumlah tersebut, sekitar 60 persennya sampah organik. Sedangkan sisanya, 30 persen sampah anorganik dan 10 persen residu.
“Memang sampah ekonomis itu relatif selesai di rumah masing-masing. Namun yang masih jadi masalah itu organik dan residu,” tutur Wakil Wali Kota Bandung dalam kegiatan peninjauan Pengelolaan sampah menggunakan insenerator di Pusat Daur Ulang Cicabe, Selasa 5 Oktober 2021.
Perlu diketahui, insenerator di Pusat Daur Ulang Cicabe merupakan hasil kerja sama Pemkot Bandung dengan Kota Kawasaki Jepang. Kerja sama ini melibatkan sejumlah perguruan tinggi di Kota Bandung.
Yana mengakui, dengan teknologi insenarator yang dikembangkan mampu menyelesaikan sampah residu. Sehingga tidak ada sampah yang diangkut ke TPA.
“Dengan teknologi dikembangkan ini bisa menyelesaikan residu sehingga betul-betul tidak ada sampah yang terangkut ke TPA. Karena bisa bayangkan jika Sarimukti itu ditutup dan tidak diperpanjang. Bisa kita bayangkan, 1.500 ton itu sampah setara 1 lapangan sepak bola tingginya 75 cm,” ungkapnya.
“Kami saat ini belum menemukan metode lain selain insenerator untuk residu. Pemkot Bandung membuka siapapun yang bisa membantu menyelesaikan sampah di wilayah masing-masing,” ujarnya.
Yana mengatakan, jika level kewilayahan mampu meresidu sampah sekelas TPS maka tidak perlu lagi untuk membuang ke TPA.
“Karena dengan mesin kecil dan skala kecil. Kalau per hari tonasenya besar dan tinggi kita bisa level TPS saja. Sekitar 150 TPS kita punya di Kota Bandung. Itu kita tempatkan, sehingga selesai tidak ada sampah yang masuk ke TPA,” tuturnya.
Di tempat yang sama, Ketua Peneliti Kolaborasi Universitas Islam Bandung dan Hiraki Shoji, Mohamad Satori mengatakan, insenerator ini diawali dengan keinginan Wali Kota Bandung ketika berkunjung ke Kota Kawasaki.
“Ada satu alternatif untuk memusnahkan residu. Maka merespon itu mencari beberapa alternatif. Kerjasama dengan perguruan tinggi salah satunya dengan Unisba. Kami mencoba meneliti dan harus mengujicoba dan memverivikasi secara teknis maupun ekologis,” bebernya.
Insenerator tersebut memiliki kapasitas 30-35 kg setiap jamnya dengan pengoperasiannya masih dalam observasi.
“Untuk pengoperasiannya, listrik itu untuk menyalakan panel serta juga BBM digunakan. Untuk pengematannya, starting itu harus pakai bahan mudah terbakar seperti batok atau kayu,” tuturnya.(yan-pipi)